Sejarah

Sejarah Universitas La Tansa Mashiro tidak bisa lepas dari tokoh ulama Banten yang gontorian lulusan tahun 1965, KH. Drs. Ahmad Rifai Arif (Kyai Rifai). Beliau bersama keluarga besarnya mendirikan Pondok Pesantren Daar El-Qolam di Tangerang pada tahun 1968. Selang dua dekade, tepatnya tahun 1991, semangatnya membangun umat mendorong Kyai Rifai untuk mendirikan pondok pesantren kedua bernama Pondok Pesantren La Tansa di daerah pegunungan Parakansantri, tepatnya di kabupaten Lebak Banten yang berbatasan dangan kabupaten Bogor Jawa Barat. Jarak Daar El-Qolam - La Tansa terpaut puluhan kilometer. Jauhnya letak pondok keduanya ini menandakan akan ada hal baru yang ingin beliau nyatakan.

Latar belakang berdirinya Pondok Pesantren La Tansa tidak persis sama dengan sejarah berdirinya pondok pertamanya, Daar El-Qolam. Terbaca lebih komplek, universal, dan holistik mencakup sekaligus dipersiapkan untuk menjawab problematika dan dinamika kehidupan masyarakat muslim di dunia. La Tansa merupakan projek besar dari hadirnya ide besar yang Kyai Rifai "pupuk" sejak muda. Proyeksi pembangunan La Tansa tidak berhenti pada pendidikan dasar dan menengah sebagaimana umumnya pondok pesantren di Tanah Air, namun linear dengan pendidikan tinggi setingkat universitas. Itulah mengapa gedung besar yang dibangun pada fase awal di Pondok Pesantren La Tansa bernama "Unilam" (akronim "Universitas La Tansa Mashiro") sebagai bentuk keyakinan akan lahirnya sebuah universitas.
Sebagai informasi, nama "La Tansa Mashiro" berasal dari bahasa Arab yang berarti "Jangan Lupa Tempat Kembali". Mengandung makna filosofis bagi berdirinya UNILAM, bahwa kita semua sebagai makhluk dan hamba Allah swt hendakanya dalam menjalani kehidupan menyadari bahwa setiap manusia pasti akan bertemu dengan ajalnya yaitu kematian. Hakikat kematian adalah kembali kepada Allah swt untuk diminta pertanggungjawaban atas amal perbuatan kita selama hidup di dunia. Pertanyaannya, mati dan kembalinya seperti apa dan bagaimana? Tentu saja kembali dalam keadaan bertakwa karena takwa adalah sebaik-baiknya bekal kehidupan di dunia dan kelak di akhirat sebagai hari pembalasan. 
Itulah cita-cita luhur sekaligus fondasi Tri Dharma UNILAM yang ditanamkan oleh pendiri tiga dekade yang lalu. Civitas Unilam wajib memiliki cara berfikir yang integrated dalam memandang realitas bahwa kehidupan dunia akan sangat berdampak ukhrowi. Terminologi takwa pun tidak melulu kesalehan secara spiritual, namun dapat dimafestasikan dalam aktivitas dan dinamika yang bersifat materil. Terlibat aktif dalam proses kepemimpinan dan pembangunan masyarakat di lingkungan sekitar atau bahkan dalam skala nasional, selama berbasiskan pada iman kepada Allah swt, maka itulah takwa yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. 

Lahir dari Rahim Pondok Pesantren La Tansa

Dua tahun pasca beroperasinya Pondok Pesantren La Tansa, tepatnya tahun 1993, Kyai Rifai memulai debutnya di dunia perguruan tinggi. Berkat dukungan sahabat-sahabat akademiknya, Kyai Rifai memproklamirkan UNILAM sebagai nama perguruan tinggi yang baru saja beliau dirikan. Di gedung UNILAM itulah para mahasiswa yang sebagian besarnya berasal dari guru pengabdian Pondok Pesantren La Tansa memulai perkuliahan. Para dosen yang mengajar di Unilam saat itu adalah sahabat-sahabat beliau yang merupakan para akademisi kampus almamaternya IAIN Serang dan kampus lainnya di Jakarta. Setiap kali mengajar, mereka menyusuri jalan panjang dan berkelok dari kota Serang ke Parakansantri yang kurang lebih berjarak 70 km. 

Sebagai bentuk apresiasi perlu kiranya disebutkan di sini nama-nama sahabat Kyai Rifai yang terlibat dalam pertemuan kali pertama yang membahas rencana pendirian UNILAM, antara lain: Drs. MA. Tihami, MA, Drs. Najmuddin, Drs. H.E. Syibli Syarjaya, dan Drs. M. Hudori. Di hadapan merekalah Kyai Rifai mengutarakan rencana besarnya mendirikan UNILAM. Meskipun akan membutuhkan biaya besar dan proses yang panjang, namun semua itu tidak melemahkan tekad kuatnya. Pertemuanpun berakhir dengan kesimpulan perlunya team work yang mengurus proses perizinan universitas. Belakangan tim tersebut diberi nama Panitia Sembilan karena terdiri dari sembilan orang pilihan Kyai Rifai untuk menjalankan misinya tersebut. 

Tidak lama sejak pertemuan, Panitia Sembilan yang diketuai Drs. MA. Tihami pun langsung bergerak. Rapat Panitia seringkali dilakukan secara marathon di tiga tempat; di Pondok Pesantren La Tansa, di Serang, dan di kediaman Kyai Rifai di Daar El Qolam Tangerang. Kala itu forum menyepakati 6 (enam) fakultas, antara lain: (1) Fakultas Dakwah, (2) Fakultas Ekonomi, (3) Fakultas Sastra, (4) Fakultas Pertanian, (5) Fakultas Hukum, dan (6) Fakultas Keguruan. Setelah melewati berbagai proses verifikasi, keenam fakultas tersebut mengerucut menjadi hanya tiga fakultas; yaitu Fakultas Ekonomi, Fakultas Agama Islam, dan Fakultas Teknologi Pertanian. Ketatnya proses perizinan dan masalah ketesediaan infrastruktur, UNILAM hingga dilaksanakannya penerimaan mahasiswa baru pada tahun akademik 1993-1994 hanya menyediakan Fakultas Ekonomi dan Fakultas Agama Islam dengan rektor pertamanya bernama Prof. Dr. H. Abdurrahman Partosentono.

Proses perkuliahanpun berjalan meski hanya dengan dua fakultas yang pada perkembangannya kemudian menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) jurusan manajemen dan Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU) jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam yang kemudian menjadi Sekolah Tingg Agama Islam (STAI). Pada tahun 1996, kampus UNILAM berpindah dari Pondok Pesantren La Tansa di Parakasantri ke Rangkasbitung yang merupakan Ibu Kota kabupaten Lebak. Babak baru perjuangan UNILAM dimulai saat berdomisili di pusat kota kecil ini. Meskin belum resmi menjadi universitas, animo masyarakat cukup baik terhadap perguruan tinggi yang baru seumur jagung. Jumlah mahasiswa STIE terdata tahun 1996 sebanyak 68 orang, sedangkan STAI sebanyak 9 orang. Jumlah itu terus bertambah setiap tahunnya setelah dilakukan penambah program studi yang diminati masyarakat. 

Tidak lama setelah kepindahan kampus UNILAM, Bapak Pendiri Kyai Rifai menghembuskan nafas terakhirnya di Gintung Tangerang pada tahun 1997. Beliau meninggalkan karya-karya besar yang telah dirasakan umat, terutama UNILAM yang mulai mendapat kepercayaan masyarakat. Namun demikian perjuangan membesarkan UNILAM tidak boleh surut. Meski sempat lesu dan dirundung pesimisme dalam beberapa waktu pasca wafatnya Bapak Pendiri, UNILAM yang kemudian dikenal dengan nama Perguruan Tinggi La Tansa Mashiro Rangkasbitung kembali bergeliat. Atas dukungan keluarga besar Bapak Pendiri, Soleh Rosyad didapuk untuk mengomandoi proses pengembangan kampus UNILAM. Sebagai seorang suami dari putri tertua Kyai Rifai, kesempatan berinteraksi Soleh dengan Sang Pendiri sangat intens. Artinya pesan-pesan perjungan dan harapan besar Kyai Rifai terhadap beberapa lembaga yang didirikannya, termasuk UNILAM sebagai cita-cita besar, banyak terserap olehnya dengan baik. 

Seperti Kapal Pecah

Komplek kampus UNILAM di Rangkasbitung pada akhir abad 20 itu belum tampak seperti kampus pada umumnya. Masyarakat sekitar tidak percaya akan berdiri kampus di tengah semak belukar, sawah dan rawa di bilangan Pasir Jati Rangkasbitung. Yang ada mereka menyebutnya "kapal pecah" bagi gedung yang saat itu baru satu lantai berlumut dengan acungan tiang besi behel dengan material papan berserakan di bakal lantai dua yang tak kunjung dibangun. Ruas jalan yang melintasi halaman kampus masih jauh dari kata mulus, lengang dan mencekam bila sudah datang waktu senja karena persis di seberang jalan terdapat komplek pemakaman. Suasana kampus terasa ramai hanya pada jam-jam kuliah pagi dan siang hari, itupun dengan jumlah mahasiswa yang tidak lebih dari 80 orang. Malam harinya, komplek kampus tak ubahnya rumah angker yang sudah lama ditinggal penghuninya.    

Namun berkat kesabaran, ketekunan, komitmen, dan konsistensi para pewaris nilai-nilai perjuangan Kyai Rifai dalam membangun UNILAM, kampus ini berhasil melewati masa-masa kritis. Secara perlahan, keraguan masyarakat terhadap eksistensi UNILAM terjawab satu per satu. Luas lahan kampus yang awalnya tidak begitu luas berkembang hingga belasan hektar, hampir melingkupi daratan delta Sungai Ciujung. Gedung utama kampus yang tadinya lusuh berubah wujud menjadi tertata enak dipandang dan pembangunan berangsur sempurna hingga tiga lantai. Ruas jalan bypass yang dulunya sepi beranjak ramai karena hilir mudik mahasiswa yang sudah mulai berdatangan. Terjadi konsenstrasi massa kampus mengundang pelaku usaha kecil dan menengah local berjibaku mengadu nasib. Kampus UNILAM pun semakin menemukan dinamikanya, terutama setelah dibangunnya masjid kampus kemudian hadirnya asrama putri Akademi Kebidanan.

Selain proses perluasan lahan dan pembangunan infrastruktur, UNILAM di lima tahun pertama Abad 21 menunjukkan eksistensinya dengan berupaya menambah program studi untuk melengkapi STIE dan STAI yang sebelumnya sudah establish. Berdirinya Akademi Kebidanan (Akbid) La Tansa Mashiro pada tahun 2006 terhitung membawa berkah bagi UNILAM. Kampus Akbid yang berasrama ala pesantren di lingkungan kampus UNILAM memberikan nilai tambah (value added) bagi pengetahunan dan wawasan kemandirian, keislaman, dan kebahasaan bagi mahasiswi-mahasiswinya. Belum lagi antusiasme masyarakat terhadap pendidikan kebidanan kala itu membuat Akbid dapat berperan aktif memberikan daya dorong bagi perjalanan UNILAM selanjutnya. Tiga perguruan tinggi; STIE, STAI dan Akademi Kebidanan La Tansa Mashiro bahu membahu mengembangkan diri dan senantiasa berupaya membangun lahan perjuangan baru yang lebih akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat. Setealah menanti selama dua belas tahun lamanya, ketiga lembaga itu berhasil melahirkan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) pada 2018.

Dengan empat lembaga pendidikan tinggi di Yayasan La Tansa Mashiro yang kala itu diketuai oleh Hj. Ernawati Sulhatul Imama, M.Pd.I, keinginan untuk menggabungkannya menjadi universitas semakin kuat. Dibentuklah tim akselerasi penggabungan keempat lembaga tersebut untuk memproses perizinan ke Kemenristekdikti. Alhasil dengan kerja keras tim akselerasi dan dukungan yayasan, status universitas pun dengan izin Allah swt dapat diraih pada Januari tahun 2023. Rapat Yayasan La Tansa Mashiro menetapkan nama universitas tetap menggunakan Unilam sebagai warisan nilai perjuangan Bapak Pendiri dan menetapkan Dr. KH. Soleh, MM sebagai Rektor pertamanya.    
Beradasarkan SK Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 97/E/O/2023 tentang Izin penggabungan Akademi Kebidanan La Tansa Mashiro, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan La Tansa Mashiro, dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi La Tansa Mashiro menjadi Universitas La Tansa Mashiro, perguruan tinggi la tansa mashiro relah resmi menjadi Universitas dan hari ini sudah hampir satu tahun berjalan.

Sejarah - Universitas La Tansa Mashiro